Hari Paling Gokil
Apa kalian tahu siapa namaku? Coba tebak!, hmmm… hayo siapa?, (sambil
garuk-garuk kepala), yang pasti namaku bukan Sarijem, bukan pula
Marsinah atau Markonah, tapi namaku Mawar Aurella. Biasa dipanggil
Mawar. Seorang gadis kelahiran Bandung, keturunuan Sunda. Wajahku biasa
saja, tapi banyak yang bilang aku ini cantik, hehe… hidungku, tidak
terlalu mancung, juga tidak terlalu pesek, standar kali ya?, wkwkwk…
kulitku hitam manis, dan mahkotaku selalu dibiarkan terurai, kadang
dihiasi bando atau satu jepit saja.
Sejak tiga bulan yang lalu, aku telah berganti seragam. Dari putih biru menjadi putih abu-abu. Senang sekali rasanya, aku telah menginjak remaja. Banyak orang bilang, remaja itu masa yang paling indah karena mulai mengenal yang namanya C I N T A. *Bilang sekali lagi!, CINTA!.
Aku belum pernah tuh ngerasain jatuh cinta, palingan hanya sekedar suka atau kagum semata. Kata orang jatuh cinta itu, seperti melayang-layang di udara dan banyak bunga bertaburan, malah ada yang lebih parah lagi, kalau sedang jatuh cinta, Pups kucing pun rasa cokelat. WHAT! SAMPAI SEGITUNYA?, entahlah aku belum pernah benar-benar jatuh cinta.
Sejak saat MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik, aku mempunyai teman dekat atau bisa dibilang sobat karib. Mereka adalah: Andi Prasetyo, Ana Prameswari dan Nabila azahra.
Setelah Bel istirahat berbunyi, aku, Andi, Ana dan Nabila pergi ke kantin. Hendak mengisi perut yang mulai berdemo ria. Empat sekawan ini, hobi sekali jajan bakso, hampir setiap hari kalau lagi istirahat jajannya itu bakso dan sebotol teh Sosro. Enggak ada bosen-bosennya deh.
Tempat yang paling asyik kalau lagi jajan bakso di kantin itu… bangku yang deretannya paling akhir, alias di pojok. Hmm… memojokan diri?.
“Mau pesen bakso kan?” tanya pelayan kantin yang menghampiri kami.
“Mba, paranormal ya?” tanyaku serius.
“Bukan… bukan..” jawabnya.
“Memang kenapa gitu, War?” tanya Nabila kepadaku.
“Mba ini, udah tahu kalo kita mau makan bakso” ucapku
“Haha, dasar oon!!!, yaiyalah, kita kan sering ke kantin buat jajan bakso” Celoteh Andi.
“Hahaha..” terdengar tawa Nabila dan Ana saling bersahut-sahutan.
“Ihh, kenapa kalian jadi ketawa sih?” gerutuku kesal.
“Abisnya kamu ituuu..” ucap Andi terpotong.
“Kamu apa?” tanyaku semakin kesal.
“Sudahhh… sudah, jadi nggak pesen baksonya?” tanya pelayan kantin yang ikut kesal.
“Hehehe… jadi donk mba, 5 porsi yah… teh-nya juga 5” seru Ana.
“Yaa, tunggu sebentar..” jawab pelayan kantin sambil berlalu.
“Kok lima sih, Na?, emang yang satunya lagi buat siapa?” tanya Andi.
“Buat aku lahhh” jawab Ana dengan ekspresi datarnya.
“Glek..” aku hanya menelan ludah mendengarnya, 2 mangkuk bakso akan dimakan Ana?, kadang-kadang satu mangkuk saja aku tidak habis. Apalagi 2 porsi, bisa-bisa aku mati kekenyangan.
Beberapa saat kemudian, bakso yang kami tunggu pun datang. Tak perlu menunggu waktu lama Ana segera menyantap dua mangkuk bakso-nya.
“Kok kalian semua, ngeliatin aku sih?, ada yang aneh ya?” tanya Ana.
“Udah berapa hari nggak makan, Na?” tanya Nabila dengan mata sedikit terbelalak menyaksikan Ana yang makan begitu rakusnya.
“Tadi pagi juga sarapan kok” ucap Ana dengan ekspresi datarnya sambil terus makan. Tak ada kata yang mampu diucapkan lagi, kami hanya bisa menggeleng-geleng kepala ke kiri dan ke kanan beberapa kali, dan melanjutkan menyantap bakso hingga tak tersisa.
“Mungkin kita harus buat program deh!” seru ku.
“Program apa?” tanya Andi.
“Program diet untuk Ana” jawabku.
Ana yang sedang menikmati teh-nya, kemudian tersedak. “Uhuk… Uhukkk..” Nabila terlihat menepuk-nepuk pundak Ana.
“Wahh, iya… boleh juga tuh” timpal Nabila.
“Aku nggak setuju ah” jawab Ana sambil memegang lehernya.
“Tet…Tet… Tettt” terdengar suara bel pertanda masuk istirahat berbunyi.
“Wahhh… gawat nih, kita harus buru-buru balik ke kelas. Udah istirahat kan pelajaran Matematika, mana gurunya killer lagi, kita nggak boleh telat nih.” ucap Andi.
“Lariii!!!” ucapku, Nabila dan Andi serentak. Kita pun segera berlari menyusuri koridor-koridor kelas. Sialnya lagi, letak kelas kita itu paling ujung, kalau dari kantin tadi sih… cukup jauh!.
Nafas terengah-engah, keringat bercucuran disana-sini. Aduhhhh!, memalukan. Saat membuka pintu, terlihat bu Dian sudah ada di kelas dan menatap aku, Andi dan Nabila tajam. Setajam silet!!!, hohoho.
“Dari mana saja kalian, bukannya kalian sudah tahu. Kalau pelajaran ibu nggak boleh telat satu detik pun!” Bu Dian mulai menginterogasi.
“Maaf bu, tadi kita habis dari kantin” ucap Andi terdengar parau. Aku ingin tertawa terbahak-bahak menyaksikan ekspresinya yang mengkhawatirkan.
“Teman-teman kalian juga banyak yang dari kantin, tapi mereka nggak telat. Lari keliling lapangan 10 kali!” ucap bu Dian sambil membentak.
“Tapi bu” ujar Nabila.
“Nggak ada tapi-tapi, CEPAT!!!” ucap bu Dian dengan suaranya yang memecah keheningan kelas. Dengan terpaksa kita pun segera berlari mengitari lapangan, aduh… mana ada yang olahraga lagi. Jadi bahan tontonan pula. Huhhh, sial… sial…
“Kalian ngerasa ada yang aneh nggak sih?, aku ngerasa ada yang kurang. Tapi apa ya?” tanyaku pada Andi dan Nabila saat mulai berlari.
“Hmm, apa ya?” Nabila ikut berpikir. Dahinya diriutkan. Ujung alisnya terangkat sedikit.
Untuk beberapa saat, berlari dihentikan. “ANA!!!” teriak aku, Andi dan Nabila bersamaan. Kita saling menatap, kok bisa-bisanya si gendut itu sampai terlupakan.
“Kita juga belum bayar bakso!” ucap Andi sambil menepuk jidatnya.
“Terus sekarang kita harus ngapain?” tanya Nabila sambil kebingungan.
“Heii!!!, cepat lari!!!” teriak bu Dian di seberang lapangan. Dia berdiri di depan kelasku.
Dengan langkah yang gontai, kita pun mulai berlari lagi. Huftt… capeknya…
“Cayooo… tinggal satu keliling lagi. Ganbatte!!!” seruku. Dan “Praaaakk” aku pingsan!. Lalu beberapa saat kemudian aku merasakan tubuhku di angkat.
“War… bangun!!!” ucap Andi.
“Bangunnn donk!!!” Nabila juga ikut membangunkanku.
Hmmm, ternyata aktingku bagus juga, hehe… “Duuuaaarrr!!!!” aku segera bangun dan mengagetkan mereka berdua, ternyata benar dugaanku sekarang aku sedang berada di UKS.
Andi dan Nabila hanya terbengong-bengong, jadi nggak kaget nih?, huh… Nabila dengan segera memegang keningku.
“Kamu nggak apa-apa kan War?” tanya Andi.
“Hahaha… aku tuh nggak apa-apa lagi. Tadi tuh Cuma pura-pura pingsan, hehehe” ucapku tanpa merasa bersalah.
“Huh, dasar… berat tahu ngangkat kamu ke sini. Kalau tahu kamu Cuma pura-pura, bakalan disuruh jalan dari lapangan ke UKS” gerutu Nabila.
“Namanya juga pingsan mana bisa jalan donk” seruku sambil menahan tertawa.
“Lagian kenapa kamu kok pura-pura pingsan sih?, bikin khawatir aja tau” gerutu Andi.
“Biar bisa lolos dari pelajaran mengerikan itu, hehe… Peace deh” ucapku.
“Oh, ya… kalau Ana dimana?, dia udah di kelas?, atau masih di kantin?” tanyaku beruntun.
“Nggak tahu tuh, kita ke kantin aja gimana?” ucap Andi.
“Ya, udah… yukk!!!” jawab Nabila.
Waktu di kantin, kita tidak melihat satu pun. Lalu Nabila nekad bertanya pada si mba pelayan tadi.
“Mba, liat temen kita yang satunya lagi nggak?”
“Lagi cuci piring”
“Hah?, kok bisa mba?” tanyaku kaget.
“Tadi kan kalian nggak bayar, malah kabur gitu aja. Terus ketinggalan satu, ya udah sebagai tebusannya. Dia… mba suruh cuci piring” Jawabnya ketus.
“Aduh, maaf ya mba kita lupa. Nih uangnya… bebasin temen kami mbak” Ujar Andi sambil memberikan uang Rp. 50.000.
“Baiklah, tunggu sebentar” Katanya sambil berlalu.
Beberapa saat kemudian, kita bertemu dengan Ana.
“Kalian kok ninggalin aku sih?” gerutunya.
“Maaf Na, kirain waktu kita lari itu… kamu juga ikut lari” ucapku sambil memegang tangan Ana yang basah.
“Hmm, iya deh… yuk, balik ke kelas” Ucap Nabila.
Sepanjang perjalanan ke kelas, aku ceritakan semua peristiwa yang terjadi. Ana pun terpingkal-pingkal dibuatnya. Hari ini adalah hari yang tak akan pernah terlupakan, sederet kegokilan pun terjadi.
Kebahagiaan yang paling indah, ketika kita bisa bersama sahabat.
*** Selesai ***
sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/hari-paling-gokil.html
Sejak tiga bulan yang lalu, aku telah berganti seragam. Dari putih biru menjadi putih abu-abu. Senang sekali rasanya, aku telah menginjak remaja. Banyak orang bilang, remaja itu masa yang paling indah karena mulai mengenal yang namanya C I N T A. *Bilang sekali lagi!, CINTA!.
Aku belum pernah tuh ngerasain jatuh cinta, palingan hanya sekedar suka atau kagum semata. Kata orang jatuh cinta itu, seperti melayang-layang di udara dan banyak bunga bertaburan, malah ada yang lebih parah lagi, kalau sedang jatuh cinta, Pups kucing pun rasa cokelat. WHAT! SAMPAI SEGITUNYA?, entahlah aku belum pernah benar-benar jatuh cinta.
Sejak saat MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik, aku mempunyai teman dekat atau bisa dibilang sobat karib. Mereka adalah: Andi Prasetyo, Ana Prameswari dan Nabila azahra.
Setelah Bel istirahat berbunyi, aku, Andi, Ana dan Nabila pergi ke kantin. Hendak mengisi perut yang mulai berdemo ria. Empat sekawan ini, hobi sekali jajan bakso, hampir setiap hari kalau lagi istirahat jajannya itu bakso dan sebotol teh Sosro. Enggak ada bosen-bosennya deh.
Tempat yang paling asyik kalau lagi jajan bakso di kantin itu… bangku yang deretannya paling akhir, alias di pojok. Hmm… memojokan diri?.
“Mau pesen bakso kan?” tanya pelayan kantin yang menghampiri kami.
“Mba, paranormal ya?” tanyaku serius.
“Bukan… bukan..” jawabnya.
“Memang kenapa gitu, War?” tanya Nabila kepadaku.
“Mba ini, udah tahu kalo kita mau makan bakso” ucapku
“Haha, dasar oon!!!, yaiyalah, kita kan sering ke kantin buat jajan bakso” Celoteh Andi.
“Hahaha..” terdengar tawa Nabila dan Ana saling bersahut-sahutan.
“Ihh, kenapa kalian jadi ketawa sih?” gerutuku kesal.
“Abisnya kamu ituuu..” ucap Andi terpotong.
“Kamu apa?” tanyaku semakin kesal.
“Sudahhh… sudah, jadi nggak pesen baksonya?” tanya pelayan kantin yang ikut kesal.
“Hehehe… jadi donk mba, 5 porsi yah… teh-nya juga 5” seru Ana.
“Yaa, tunggu sebentar..” jawab pelayan kantin sambil berlalu.
“Kok lima sih, Na?, emang yang satunya lagi buat siapa?” tanya Andi.
“Buat aku lahhh” jawab Ana dengan ekspresi datarnya.
“Glek..” aku hanya menelan ludah mendengarnya, 2 mangkuk bakso akan dimakan Ana?, kadang-kadang satu mangkuk saja aku tidak habis. Apalagi 2 porsi, bisa-bisa aku mati kekenyangan.
Beberapa saat kemudian, bakso yang kami tunggu pun datang. Tak perlu menunggu waktu lama Ana segera menyantap dua mangkuk bakso-nya.
“Kok kalian semua, ngeliatin aku sih?, ada yang aneh ya?” tanya Ana.
“Udah berapa hari nggak makan, Na?” tanya Nabila dengan mata sedikit terbelalak menyaksikan Ana yang makan begitu rakusnya.
“Tadi pagi juga sarapan kok” ucap Ana dengan ekspresi datarnya sambil terus makan. Tak ada kata yang mampu diucapkan lagi, kami hanya bisa menggeleng-geleng kepala ke kiri dan ke kanan beberapa kali, dan melanjutkan menyantap bakso hingga tak tersisa.
“Mungkin kita harus buat program deh!” seru ku.
“Program apa?” tanya Andi.
“Program diet untuk Ana” jawabku.
Ana yang sedang menikmati teh-nya, kemudian tersedak. “Uhuk… Uhukkk..” Nabila terlihat menepuk-nepuk pundak Ana.
“Wahh, iya… boleh juga tuh” timpal Nabila.
“Aku nggak setuju ah” jawab Ana sambil memegang lehernya.
“Tet…Tet… Tettt” terdengar suara bel pertanda masuk istirahat berbunyi.
“Wahhh… gawat nih, kita harus buru-buru balik ke kelas. Udah istirahat kan pelajaran Matematika, mana gurunya killer lagi, kita nggak boleh telat nih.” ucap Andi.
“Lariii!!!” ucapku, Nabila dan Andi serentak. Kita pun segera berlari menyusuri koridor-koridor kelas. Sialnya lagi, letak kelas kita itu paling ujung, kalau dari kantin tadi sih… cukup jauh!.
Nafas terengah-engah, keringat bercucuran disana-sini. Aduhhhh!, memalukan. Saat membuka pintu, terlihat bu Dian sudah ada di kelas dan menatap aku, Andi dan Nabila tajam. Setajam silet!!!, hohoho.
“Dari mana saja kalian, bukannya kalian sudah tahu. Kalau pelajaran ibu nggak boleh telat satu detik pun!” Bu Dian mulai menginterogasi.
“Maaf bu, tadi kita habis dari kantin” ucap Andi terdengar parau. Aku ingin tertawa terbahak-bahak menyaksikan ekspresinya yang mengkhawatirkan.
“Teman-teman kalian juga banyak yang dari kantin, tapi mereka nggak telat. Lari keliling lapangan 10 kali!” ucap bu Dian sambil membentak.
“Tapi bu” ujar Nabila.
“Nggak ada tapi-tapi, CEPAT!!!” ucap bu Dian dengan suaranya yang memecah keheningan kelas. Dengan terpaksa kita pun segera berlari mengitari lapangan, aduh… mana ada yang olahraga lagi. Jadi bahan tontonan pula. Huhhh, sial… sial…
“Kalian ngerasa ada yang aneh nggak sih?, aku ngerasa ada yang kurang. Tapi apa ya?” tanyaku pada Andi dan Nabila saat mulai berlari.
“Hmm, apa ya?” Nabila ikut berpikir. Dahinya diriutkan. Ujung alisnya terangkat sedikit.
Untuk beberapa saat, berlari dihentikan. “ANA!!!” teriak aku, Andi dan Nabila bersamaan. Kita saling menatap, kok bisa-bisanya si gendut itu sampai terlupakan.
“Kita juga belum bayar bakso!” ucap Andi sambil menepuk jidatnya.
“Terus sekarang kita harus ngapain?” tanya Nabila sambil kebingungan.
“Heii!!!, cepat lari!!!” teriak bu Dian di seberang lapangan. Dia berdiri di depan kelasku.
Dengan langkah yang gontai, kita pun mulai berlari lagi. Huftt… capeknya…
“Cayooo… tinggal satu keliling lagi. Ganbatte!!!” seruku. Dan “Praaaakk” aku pingsan!. Lalu beberapa saat kemudian aku merasakan tubuhku di angkat.
“War… bangun!!!” ucap Andi.
“Bangunnn donk!!!” Nabila juga ikut membangunkanku.
Hmmm, ternyata aktingku bagus juga, hehe… “Duuuaaarrr!!!!” aku segera bangun dan mengagetkan mereka berdua, ternyata benar dugaanku sekarang aku sedang berada di UKS.
Andi dan Nabila hanya terbengong-bengong, jadi nggak kaget nih?, huh… Nabila dengan segera memegang keningku.
“Kamu nggak apa-apa kan War?” tanya Andi.
“Hahaha… aku tuh nggak apa-apa lagi. Tadi tuh Cuma pura-pura pingsan, hehehe” ucapku tanpa merasa bersalah.
“Huh, dasar… berat tahu ngangkat kamu ke sini. Kalau tahu kamu Cuma pura-pura, bakalan disuruh jalan dari lapangan ke UKS” gerutu Nabila.
“Namanya juga pingsan mana bisa jalan donk” seruku sambil menahan tertawa.
“Lagian kenapa kamu kok pura-pura pingsan sih?, bikin khawatir aja tau” gerutu Andi.
“Biar bisa lolos dari pelajaran mengerikan itu, hehe… Peace deh” ucapku.
“Oh, ya… kalau Ana dimana?, dia udah di kelas?, atau masih di kantin?” tanyaku beruntun.
“Nggak tahu tuh, kita ke kantin aja gimana?” ucap Andi.
“Ya, udah… yukk!!!” jawab Nabila.
Waktu di kantin, kita tidak melihat satu pun. Lalu Nabila nekad bertanya pada si mba pelayan tadi.
“Mba, liat temen kita yang satunya lagi nggak?”
“Lagi cuci piring”
“Hah?, kok bisa mba?” tanyaku kaget.
“Tadi kan kalian nggak bayar, malah kabur gitu aja. Terus ketinggalan satu, ya udah sebagai tebusannya. Dia… mba suruh cuci piring” Jawabnya ketus.
“Aduh, maaf ya mba kita lupa. Nih uangnya… bebasin temen kami mbak” Ujar Andi sambil memberikan uang Rp. 50.000.
“Baiklah, tunggu sebentar” Katanya sambil berlalu.
Beberapa saat kemudian, kita bertemu dengan Ana.
“Kalian kok ninggalin aku sih?” gerutunya.
“Maaf Na, kirain waktu kita lari itu… kamu juga ikut lari” ucapku sambil memegang tangan Ana yang basah.
“Hmm, iya deh… yuk, balik ke kelas” Ucap Nabila.
Sepanjang perjalanan ke kelas, aku ceritakan semua peristiwa yang terjadi. Ana pun terpingkal-pingkal dibuatnya. Hari ini adalah hari yang tak akan pernah terlupakan, sederet kegokilan pun terjadi.
Kebahagiaan yang paling indah, ketika kita bisa bersama sahabat.
*** Selesai ***
sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/hari-paling-gokil.html
0 komentar: