Segi Empat
Mereka adalah 5 sahabat. 5 sahabat yang tak terpisahkan dari SMP
sampai sekarang sudah lulus kuliah. Mereka terdiri dari Revand, Fadil,
Johan, Mutiara dan Shasa. Kemana-mana, mereka selalu bersama-sama. Jalan
bareng sudah menjadi ritual wajib mereka di malam Minggu.
Suatu malam Minggu, mereka tak ada niat untuk jalan-jalan. Mereka lebih memilih untuk pergi ke rumah Fadil yang besar. Nonton DVD, main playstation dan ngobrol-ngobrol sampai larut malam. Mereka semua tertawa ceria. Tapi, ada satu orang yang diperhatikan Mutiara. Dia lah Fadil. Kenapa? Entah. Mutiara sendiri bingung kenapa. Dia hanya senang saja melihat Fadil. Senang melihat dia gembira seperti itu. Dan alasan Mutiara bergabung dengan kelompok ini adalah, ingin berdekatan dengan Fadil.
“Guys, bosen nih.” kata Johan. “Iya, dari tadi kita ngobrol terus.” kata Revand. “Gimana kalo kita bikin games. Kita ceritain pengalaman kita paling sedih. Yang menang, dapat sebagian jatah makan kita malam ini.” kata Fadil. “Setuju!” teriak Shasa. “Gimana? Semua setuju?” tanya Fadil. Yang lain mengangguk. Aku akan setuju apapun yang kamu katakan, Dil, batin Mutiara berkata. Dan cerita mereka pun dimulai.
Semua sudah cerita. Sekarang tiba giliran Shasa. “Cerita aku ini, cerita cinta. Aku jatuh cinta, sama seorang pria yang udah deket banget sama gua, bertahun-tahun. Bertahun sudah aku memendam rasa ke dia, sejak pertama kita berdua bertemu. Tapi, sepertinya pria ini tidak pernah tahu. Aku sudah berusaha untuk menghilangkan perasaan ini, namun tidak bisa. Semakin aku berusaha, semakin kuat. Dan akhirnya, aku memutuskan untuk menyerah, dan menunggu dia peka.” ujar Shasa. Semua larut dalam cerita sedih Shasa. “Baik, diputuskan cerita paling sedih malam ini adalah cerita dari…” kata Fadhil. “Shasa!” teriak mereka bersamaan. Dan Shasa mendapatkan 5 bungkus snack sebagai hadiah mereka.
Sepulangnya dari rumah Fadhil, Johan dan Revand sedang beristirahat di kamar kos mereka. Johan menatap Revand dan berkata “Mau sampai kapan, Vand? Kamu memendam rasa itu ke dia?” tanya Johan. “Enggak tahu lah, Jo. Saya… terlalu pengecut.” ujar Revand. “Kamu enggak boleh begitu! Aku kenal kamu dan dia sudah lama, sudah bertahun-tahun! Aku yakin, dia akan menerima kamu. Percaya deh!” ujar Johan. Revand hanya terdiam, membayangkan itu benar-benar terjadi.
Sahabat-sahabatnya sudah pulang. Tinggal Fadhil sendirian di kamarnya. Setiap kunjungan teman-temannya itu selalu menyenangkan. Apalagi, kalau ada dia. Tertawa bersama. Dan, Fadhil beranjak ke meja nya. Memandangi foto mereka berlima. Selamat malam, kamu yang di sana, batin Fadhil. Batin Fadhil mengucap, pada salah satu wanita yang ada di foto itu.
Hari Minggu pagi. Mutiara dan Shasa memutuskan untuk pergi berbelanja. Hanya mereka berdua, karena cowok-cowok tidak suka belanja. Para wanita kalau sudah belanja, seperti biasa, suka seru sendiri sampai lupa waktu.
Mereka istirahat makan siang di sebuah restoran. Tas-tas belanja mereka yang penuh mereka taruh di kursi sebelah. Sembari menunggu pesanan mereka datang, mereka ngobrol-ngobrol. Atau lebh tepatnya, curhat.
“Mut, kamu ingat kan cerita ku semalam di rumah Fadhil?” tanya Shasa. “Ingat. Memangnya, siapa sih? Kayaknya perasaan kamu ke dia dalam sekali ya?” tanya Mutiara. “Iya, Mut. Dia…” Dan Shasa menyebutkan satu nama. Mutiara terkejut. “Jadi, selama ini kamu suka sama dia? Kenapa kamu nggak bilang ke orangnya saja?” tanya Mutiara. “Enggak mungkin, Mut. Kita kan sudah deket banget, bertahun-tahun. Lagi pula, aku kan cewek. Masa iya ngomong duluan?” kata Shasa. Mutiara berkata “Sampai kapan, Sha? Kamu gak capek?” tanya Mutiara. “Dibilang capek sih, iya. Tapi, aku bisa apa?” kata Shasa. Pesanan mereka datang, dan mereka makan dalam diam.
Malam Minggu berikutnya, Johan datang ke rumah Fadhil. “Loh, yang lain kemana, Jo?” tanya Fadhil. “Revand lembur, Mutiara ke rumah saudara, Shasa ada urusan mendadak sama bosnya. Aku bete sendirian di kost-an, jadi ke sini deh. Enggak ganggu, kan?” tanya Johan. “Enggak, kok. Ayo masuk! Langsung ke kamar aku aja! Aku mau mandi dulu.” kata Fadhil. Dan Johan pun naik ke kamar Fadhil.
Johan menunggu sambil duduk-duduk di kasur, baca majalah otomotif. Lalu, dia iseng melihat-lihat meja Fadhil. Namun, perhatiannya terpaku di satu hal. Foto mereka berlima. Namun, Fadhil melingkari foto itu pada salah satu wanita di antara mereka. Johan mengerti apa arti ini semua. 2 sahabatnya, jatuh cinta pada 2 sahabatnya yang lain.
Tak lama, Fadhil masuk kamar. Dia mendapati Johan duduk di kursinya, memperhatikan foto yang sudah selama ini dia sembunyikan jika teman-temannya main ke sini. “Jo…” panggil Fadhil. Johan menoleh, buru-buru mengembalikan foto itu. “Ada apa?” tanya Johan. Fadhil berjalan mendekatinya dan duduk di sampingnya. “Aku suka sama dia, Jo. Sudah lama.” kata Fadhi;. “Terus, kenapa kamu enggak bilang ke dia?” tanya Johan. “Aku rasa dia enggak suka sama aku.” kata Fadhil. Johan terdiam sebentar, lalu berkata “Aku yakin dia juga suka sama kamu. Coba aja kamu usaha dulu.” dan Fadhil pun hanya mengangguk. Diam-diam, Johan mempunyai rencana untuk menyatukan cinta keempat sahabatnya ini.
Mereka bersiap dengan tas mereka. Segala barang bawaan mereka sudah siap di bagasi mobil Fadhil kecuali makanan. Mereka sadar, anakonda dalam perut mereka cepat lapar, hahaha. Hari itu, mereka akan berlibur ke villa punya keluarga Mutiara di Puncak. Ini ide Johan, yang ingin melewatkan libur panjang akhir tahun bersama sahabat-sahabatnya. “Semua sudah siap?” tanya Fadhil dari kursi pengemudi. “Siap, boss!” sahut mereka bersamaan. Fadhil duduk di belakang setir, Mutiara di sampingnya. Di belakang Fadhil duduk Johan, dekat pintu. Di tengah duduk Shasa, dan di samping kiri Shasa dudul Revand. Dan mereka pun berangkat.
Perjalanan itu sungguh menyenangkan. Seperti biasa, lelucon memenuhi perjalanan mereka. Stok makanan habis di tengah jalan, dan mereka berhenti sebentar di mini market untuk membeli makanan yang lain. Seluruh perjalanan itu benar-benar mereka nikmati. “Kamu sungguh keren duduk di belakang setir, Dhil” batin Muthiara. “Senang rasanya, bisa satu mobil denganmu. Menghabiskan waktu libur bersamamu.” batin Fadhil. “Kamu tampak keren pakai jaket cokelat itu.” batin Shasa. “Kacamata hitam itu membuatmu tampak sempurna.” batin Revand.
Mereka sampai di villa Mutiara. Villa yang sangat bagus, dilatarbelakangi pemandangan indah. “Oke, semua kamar ada di lantai 2. Sa, kamar kita yang ini. Buat kalian cowok-cowok, kamar kalian di sebelah situ.” kata Mutiara. Kamar mereka berseberangan. Dipisahkan oleh jalan menuju balkon, yang juga merupakan penghubung antara kamar mereka.
Malam Tahun Baru. Ramai-ramai mereka bakar-bakaran. Jagung, Ayam, BBQ.
Sembari menunggu jam 12, Johan membuat sebuah permainan yang dimainkan secara berpasangan. Revand dengan Mutiara dan Fadhil dengan Shasa. Permainannya mudah, mereka hanya disuruh untuk memasang peralatan kemah, lengkap dengan api unggunnya. Johan yang akan jadi juri. Yang mampu memasang peralatan kemah dengan cepat dan rapi, dia yang jadi pemenang. Buat yang kalah, harus menuruti apa yang pemenang katakan. Dan alhasil, Revand dan Mutiara harus merapikan kembali peralatan itu karena mereka kalah. Lalu, tepat saat jam 12 malam, mereka meniup terompet dan menyalakan kembang api. Malam itu mereka lewati dengan gembira.
Jam 2 malam. Shasa tak bisa tidur. Dia memutuskan untuk ke balkon. Di balkon, dia mendapati seseorang berdiri di sana. Dia Fadhil. “Hei, enggak tidur?” tanya Fadhil. “Aku enggak bisa tidur.” kata Shasa. “Sama.” kata Fadhil. Fadhil terlihat gugup. Shasa bertanya “Ada apa?”. Fadhil terlihat semakin gugup, dan akhirnya Fadhil berkata. “Sha, aku suka sama kamu.”. Shasa terkejut. Kenapa…? Dan Shasa menjawab “Terima kasih, Dhil. Tapi… bukan kamu, Dhil.” kata Shasa. Fadhil kaget. “Yang ada di sini” dia menunjuk hatinya “adalah Revand.” ujar Shasa. Fadhil tidak menyangka, tapi entah kenapa dia merasa lega. Lega karena apa yang ingin ia sampaikan akhirnya terucap.
“Tapi, Mutiara lah yang…” lanjutan kalimat Shasa membuat Fadhil terkesiap. “Mutiara…” batin Fadhil. Dan, dia merasa bersalah pada dirinya sendiri.
Tapi, ternyata bukan hanya mereka berdua saja yang terbangun. Revand terbangun, dan dia mendengar namanya di sebut oleh Shasa. “Jadi selama ini Shasa…” batin Revand. Padahal selama ini, Mutiara lah yang ada di hatinya. Dan dia sudah menyia-nyiakan orang yang mencintai dia dengan tulus. Revand bangun, menatap langit-langit kamar seolah meminta jawaban atas kejadian membingungkan ini.
Sementara di kamar seberang, Mutiara terpejam, tapi dia mendengar. Dia mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Fadhil. Dan, dia tak kuat menahan tangisnya.
Lalu, Revand dan Mutiara keluar dari kamar mereka, menuju ke balkon tempat Shasa dan Fadhil berdiri. Revand berdiri di sebelah Shasa, dan membiarkan Shasa bersandar pada bahunya. Sementara Fadhil mendekati Mutiara, dan menghapus air mata di pipinya.
Dan, 2 pasangan baru lahir, di malam Tahun Baru ini.
sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/segi-empat.html
Suatu malam Minggu, mereka tak ada niat untuk jalan-jalan. Mereka lebih memilih untuk pergi ke rumah Fadil yang besar. Nonton DVD, main playstation dan ngobrol-ngobrol sampai larut malam. Mereka semua tertawa ceria. Tapi, ada satu orang yang diperhatikan Mutiara. Dia lah Fadil. Kenapa? Entah. Mutiara sendiri bingung kenapa. Dia hanya senang saja melihat Fadil. Senang melihat dia gembira seperti itu. Dan alasan Mutiara bergabung dengan kelompok ini adalah, ingin berdekatan dengan Fadil.
“Guys, bosen nih.” kata Johan. “Iya, dari tadi kita ngobrol terus.” kata Revand. “Gimana kalo kita bikin games. Kita ceritain pengalaman kita paling sedih. Yang menang, dapat sebagian jatah makan kita malam ini.” kata Fadil. “Setuju!” teriak Shasa. “Gimana? Semua setuju?” tanya Fadil. Yang lain mengangguk. Aku akan setuju apapun yang kamu katakan, Dil, batin Mutiara berkata. Dan cerita mereka pun dimulai.
Semua sudah cerita. Sekarang tiba giliran Shasa. “Cerita aku ini, cerita cinta. Aku jatuh cinta, sama seorang pria yang udah deket banget sama gua, bertahun-tahun. Bertahun sudah aku memendam rasa ke dia, sejak pertama kita berdua bertemu. Tapi, sepertinya pria ini tidak pernah tahu. Aku sudah berusaha untuk menghilangkan perasaan ini, namun tidak bisa. Semakin aku berusaha, semakin kuat. Dan akhirnya, aku memutuskan untuk menyerah, dan menunggu dia peka.” ujar Shasa. Semua larut dalam cerita sedih Shasa. “Baik, diputuskan cerita paling sedih malam ini adalah cerita dari…” kata Fadhil. “Shasa!” teriak mereka bersamaan. Dan Shasa mendapatkan 5 bungkus snack sebagai hadiah mereka.
Sepulangnya dari rumah Fadhil, Johan dan Revand sedang beristirahat di kamar kos mereka. Johan menatap Revand dan berkata “Mau sampai kapan, Vand? Kamu memendam rasa itu ke dia?” tanya Johan. “Enggak tahu lah, Jo. Saya… terlalu pengecut.” ujar Revand. “Kamu enggak boleh begitu! Aku kenal kamu dan dia sudah lama, sudah bertahun-tahun! Aku yakin, dia akan menerima kamu. Percaya deh!” ujar Johan. Revand hanya terdiam, membayangkan itu benar-benar terjadi.
Sahabat-sahabatnya sudah pulang. Tinggal Fadhil sendirian di kamarnya. Setiap kunjungan teman-temannya itu selalu menyenangkan. Apalagi, kalau ada dia. Tertawa bersama. Dan, Fadhil beranjak ke meja nya. Memandangi foto mereka berlima. Selamat malam, kamu yang di sana, batin Fadhil. Batin Fadhil mengucap, pada salah satu wanita yang ada di foto itu.
Hari Minggu pagi. Mutiara dan Shasa memutuskan untuk pergi berbelanja. Hanya mereka berdua, karena cowok-cowok tidak suka belanja. Para wanita kalau sudah belanja, seperti biasa, suka seru sendiri sampai lupa waktu.
Mereka istirahat makan siang di sebuah restoran. Tas-tas belanja mereka yang penuh mereka taruh di kursi sebelah. Sembari menunggu pesanan mereka datang, mereka ngobrol-ngobrol. Atau lebh tepatnya, curhat.
“Mut, kamu ingat kan cerita ku semalam di rumah Fadhil?” tanya Shasa. “Ingat. Memangnya, siapa sih? Kayaknya perasaan kamu ke dia dalam sekali ya?” tanya Mutiara. “Iya, Mut. Dia…” Dan Shasa menyebutkan satu nama. Mutiara terkejut. “Jadi, selama ini kamu suka sama dia? Kenapa kamu nggak bilang ke orangnya saja?” tanya Mutiara. “Enggak mungkin, Mut. Kita kan sudah deket banget, bertahun-tahun. Lagi pula, aku kan cewek. Masa iya ngomong duluan?” kata Shasa. Mutiara berkata “Sampai kapan, Sha? Kamu gak capek?” tanya Mutiara. “Dibilang capek sih, iya. Tapi, aku bisa apa?” kata Shasa. Pesanan mereka datang, dan mereka makan dalam diam.
Malam Minggu berikutnya, Johan datang ke rumah Fadhil. “Loh, yang lain kemana, Jo?” tanya Fadhil. “Revand lembur, Mutiara ke rumah saudara, Shasa ada urusan mendadak sama bosnya. Aku bete sendirian di kost-an, jadi ke sini deh. Enggak ganggu, kan?” tanya Johan. “Enggak, kok. Ayo masuk! Langsung ke kamar aku aja! Aku mau mandi dulu.” kata Fadhil. Dan Johan pun naik ke kamar Fadhil.
Johan menunggu sambil duduk-duduk di kasur, baca majalah otomotif. Lalu, dia iseng melihat-lihat meja Fadhil. Namun, perhatiannya terpaku di satu hal. Foto mereka berlima. Namun, Fadhil melingkari foto itu pada salah satu wanita di antara mereka. Johan mengerti apa arti ini semua. 2 sahabatnya, jatuh cinta pada 2 sahabatnya yang lain.
Tak lama, Fadhil masuk kamar. Dia mendapati Johan duduk di kursinya, memperhatikan foto yang sudah selama ini dia sembunyikan jika teman-temannya main ke sini. “Jo…” panggil Fadhil. Johan menoleh, buru-buru mengembalikan foto itu. “Ada apa?” tanya Johan. Fadhil berjalan mendekatinya dan duduk di sampingnya. “Aku suka sama dia, Jo. Sudah lama.” kata Fadhi;. “Terus, kenapa kamu enggak bilang ke dia?” tanya Johan. “Aku rasa dia enggak suka sama aku.” kata Fadhil. Johan terdiam sebentar, lalu berkata “Aku yakin dia juga suka sama kamu. Coba aja kamu usaha dulu.” dan Fadhil pun hanya mengangguk. Diam-diam, Johan mempunyai rencana untuk menyatukan cinta keempat sahabatnya ini.
Mereka bersiap dengan tas mereka. Segala barang bawaan mereka sudah siap di bagasi mobil Fadhil kecuali makanan. Mereka sadar, anakonda dalam perut mereka cepat lapar, hahaha. Hari itu, mereka akan berlibur ke villa punya keluarga Mutiara di Puncak. Ini ide Johan, yang ingin melewatkan libur panjang akhir tahun bersama sahabat-sahabatnya. “Semua sudah siap?” tanya Fadhil dari kursi pengemudi. “Siap, boss!” sahut mereka bersamaan. Fadhil duduk di belakang setir, Mutiara di sampingnya. Di belakang Fadhil duduk Johan, dekat pintu. Di tengah duduk Shasa, dan di samping kiri Shasa dudul Revand. Dan mereka pun berangkat.
Perjalanan itu sungguh menyenangkan. Seperti biasa, lelucon memenuhi perjalanan mereka. Stok makanan habis di tengah jalan, dan mereka berhenti sebentar di mini market untuk membeli makanan yang lain. Seluruh perjalanan itu benar-benar mereka nikmati. “Kamu sungguh keren duduk di belakang setir, Dhil” batin Muthiara. “Senang rasanya, bisa satu mobil denganmu. Menghabiskan waktu libur bersamamu.” batin Fadhil. “Kamu tampak keren pakai jaket cokelat itu.” batin Shasa. “Kacamata hitam itu membuatmu tampak sempurna.” batin Revand.
Mereka sampai di villa Mutiara. Villa yang sangat bagus, dilatarbelakangi pemandangan indah. “Oke, semua kamar ada di lantai 2. Sa, kamar kita yang ini. Buat kalian cowok-cowok, kamar kalian di sebelah situ.” kata Mutiara. Kamar mereka berseberangan. Dipisahkan oleh jalan menuju balkon, yang juga merupakan penghubung antara kamar mereka.
Malam Tahun Baru. Ramai-ramai mereka bakar-bakaran. Jagung, Ayam, BBQ.
Sembari menunggu jam 12, Johan membuat sebuah permainan yang dimainkan secara berpasangan. Revand dengan Mutiara dan Fadhil dengan Shasa. Permainannya mudah, mereka hanya disuruh untuk memasang peralatan kemah, lengkap dengan api unggunnya. Johan yang akan jadi juri. Yang mampu memasang peralatan kemah dengan cepat dan rapi, dia yang jadi pemenang. Buat yang kalah, harus menuruti apa yang pemenang katakan. Dan alhasil, Revand dan Mutiara harus merapikan kembali peralatan itu karena mereka kalah. Lalu, tepat saat jam 12 malam, mereka meniup terompet dan menyalakan kembang api. Malam itu mereka lewati dengan gembira.
Jam 2 malam. Shasa tak bisa tidur. Dia memutuskan untuk ke balkon. Di balkon, dia mendapati seseorang berdiri di sana. Dia Fadhil. “Hei, enggak tidur?” tanya Fadhil. “Aku enggak bisa tidur.” kata Shasa. “Sama.” kata Fadhil. Fadhil terlihat gugup. Shasa bertanya “Ada apa?”. Fadhil terlihat semakin gugup, dan akhirnya Fadhil berkata. “Sha, aku suka sama kamu.”. Shasa terkejut. Kenapa…? Dan Shasa menjawab “Terima kasih, Dhil. Tapi… bukan kamu, Dhil.” kata Shasa. Fadhil kaget. “Yang ada di sini” dia menunjuk hatinya “adalah Revand.” ujar Shasa. Fadhil tidak menyangka, tapi entah kenapa dia merasa lega. Lega karena apa yang ingin ia sampaikan akhirnya terucap.
“Tapi, Mutiara lah yang…” lanjutan kalimat Shasa membuat Fadhil terkesiap. “Mutiara…” batin Fadhil. Dan, dia merasa bersalah pada dirinya sendiri.
Tapi, ternyata bukan hanya mereka berdua saja yang terbangun. Revand terbangun, dan dia mendengar namanya di sebut oleh Shasa. “Jadi selama ini Shasa…” batin Revand. Padahal selama ini, Mutiara lah yang ada di hatinya. Dan dia sudah menyia-nyiakan orang yang mencintai dia dengan tulus. Revand bangun, menatap langit-langit kamar seolah meminta jawaban atas kejadian membingungkan ini.
Sementara di kamar seberang, Mutiara terpejam, tapi dia mendengar. Dia mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Fadhil. Dan, dia tak kuat menahan tangisnya.
Lalu, Revand dan Mutiara keluar dari kamar mereka, menuju ke balkon tempat Shasa dan Fadhil berdiri. Revand berdiri di sebelah Shasa, dan membiarkan Shasa bersandar pada bahunya. Sementara Fadhil mendekati Mutiara, dan menghapus air mata di pipinya.
Dan, 2 pasangan baru lahir, di malam Tahun Baru ini.
sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/segi-empat.html
0 komentar: